Makna dan Tradisi Khas Hari Raya Kuningan 2025 yang Wajib Diketahui
Di tengah kemegahan budaya dan spiritualitas masyarakat Hindu di Bali, Hari Raya Kuningan menjadi salah satu momen sakral yang paling dinanti. Tahun ini, Hari Raya Kuningan 2025 dirayakan pada dua tanggal berbeda, sebuah fenomena unik dalam penanggalan kalender Bali yang menambah kekayaan makna dari perayaan ini.
Namun, di balik persembahan, wewangian dupa, dan semarak janur yang menghiasi pura-pura, Kuningan menyimpan filosofi dalam tentang kehidupan, pengabdian, dan hubungan manusia dengan leluhur. Inilah saatnya memahami lebih jauh makna dan tradisi khas Hari Raya Kuningan yang wajib diketahui oleh siapa pun yang mencintai budaya Nusantara.
Apa Itu Hari Raya Kuningan?
Hari Raya Kuningan merupakan perayaan yang jatuh setiap 10 hari setelah Galungan, sebagai penutup dari rangkaian besar upacara kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan). Dalam kepercayaan umat Hindu Bali, Kuningan adalah waktu ketika roh leluhur kembali ke alamnya, setelah sempat “turun” ke bumi saat Galungan untuk diberi penghormatan oleh keturunannya.
Kata “Kuningan” sendiri berasal dari kata “kuning”, yang dalam bahasa Bali juga merujuk pada warna kunir (kunyit), simbol kemuliaan, kesucian, dan kesejahteraan.
Mengapa Ada Dua Tanggal Kuningan di 2025?
Keunikan tahun ini adalah adanya dua tanggal perayaan Hari Raya Kuningan, yakni Sabtu, 4 Mei 2025 dan Sabtu, 1 November 2025, sesuai dengan perhitungan kalender Pawukon yang bersiklus 210 hari. Karena sistem kalender ini berbeda dari kalender Masehi, maka dalam satu tahun bisa terjadi dua kali Galungan-Kuningan.
Fenomena ini bukan hal baru dalam tradisi Bali, namun selalu menambah nuansa istimewa dalam kehidupan keagamaan masyarakat setempat.
Makna Mendalam di Balik Kuningan
Hari Raya Kuningan bukan hanya seremoni, tapi juga pengingat akan pentingnya bakti kepada leluhur, menjaga keseimbangan hidup, dan memperkuat rasa syukur atas karunia Tuhan. Dalam ajaran Hindu Dharma, Kuningan mengajarkan manusia untuk tidak hanya mencari kesucian lahir, tetapi juga batin.
Simbol-simbol dalam perayaan seperti canang sari berwarna kuning, tamiang (perisai dari janur), dan endongan (bungkusan persembahan) menggambarkan doa perlindungan, keteguhan iman, dan keikhlasan dalam memberi.
Tradisi-Tradisi Khas yang Menyertainya
1. Persembahan Kuning (Canang Kuningan)
Terbuat dari janur dan bunga berwarna kuning, persembahan ini mengandung makna pencerahan dan keagungan spiritual.
2. Tamiang dan Endongan
Tamiang dipasang di pelinggih atau pintu rumah sebagai simbol perlindungan, sedangkan endongan melambangkan bekal spiritual untuk perjalanan jiwa menuju kedamaian.
3. Kunjungan ke Pura dan Makam Leluhur
Umat Hindu akan datang ke pura keluarga dan juga menghaturkan sesajen di makam leluhur sebagai bentuk penghormatan dan doa.
4. Pakaian Putih-Kuning
Warna pakaian ini bukan hanya estetika, melainkan bentuk ekspresi kesucian dan keikhlasan.
Kuningan sebagai Cermin Budaya dan Spiritualitas
Hari Raya Kuningan bukan hanya hari besar keagamaan, tetapi juga refleksi mendalam atas relasi manusia dengan Tuhan, leluhur, dan sesama. Dalam riuhnya zaman modern, tradisi ini menjadi pengingat untuk tetap rendah hati, berterima kasih, dan menjaga warisan spiritual yang telah turun-temurun dijaga oleh para leluhur.
Bagi masyarakat Bali, Kuningan bukan sekadar ritual, tapi bagian tak terpisahkan dari identitas dan jati diri. Dan bagi kita semua, ada banyak pelajaran universal yang bisa dipetik dari tradisi yang penuh makna ini.