Minta Tilang Ditransfer via DANA: Oknum Polantas Medan Kena Patsus
Dunia maya kembali dihebohkan oleh video viral yang memperlihatkan seorang oknum polisi lalu lintas (Polantas) di Medan diduga meminta pelanggar lalu lintas untuk mentransfer uang tilang melalui aplikasi dompet digital DANA. Aksi tersebut sontak menuai kecaman publik, dan kini oknum tersebut telah dijatuhi sanksi berupa penempatan khusus (patsus) oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Video berdurasi singkat yang pertama kali beredar di media sosial itu menunjukkan percakapan antara pelanggar dan polisi, di mana sang oknum menyebut jumlah denda dan memberikan nomor akun DANA pribadi untuk menerima pembayaran. Alih-alih memberikan surat tilang resmi atau prosedur e-tilang yang telah berlaku secara nasional, oknum tersebut malah menggunakan cara tidak sah yang langsung menimbulkan kecurigaan publik.
Reaksi Cepat Polda Sumut
Tak butuh waktu lama, Propam Polda Sumut langsung turun tangan menyelidiki kejadian tersebut. Dalam waktu kurang dari 24 jam sejak video mencuat, pihak kepolisian telah mengidentifikasi dan menahan sementara oknum anggota yang bersangkutan untuk diperiksa secara intensif.
“Anggota sudah ditarik dari lapangan dan kami tetapkan dalam penempatan khusus. Pemeriksaan masih berlangsung untuk menentukan sanksi lanjutan,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi.
Penempatan khusus (patsus) merupakan bentuk sanksi disipliner awal bagi anggota Polri yang diduga melanggar kode etik atau prosedur operasional standar. Sanksi ini dapat berkembang menjadi pencopotan jabatan hingga proses hukum pidana, tergantung pada hasil penyelidikan.
Tilang Digital Disalahgunakan?
Ironisnya, sistem tilang elektronik atau e-tilang yang dirancang untuk menghindari praktik pungli justru disalahgunakan oleh oknum untuk kepentingan pribadi. Dalam sistem resmi, pembayaran tilang hanya dapat dilakukan melalui kanal yang ditentukan oleh negara—bukan melalui akun pribadi apalagi aplikasi dompet digital.
Kejadian ini menyulut perdebatan publik soal celah dalam pengawasan internal institusi penegak hukum, sekaligus menunjukkan bahwa meskipun teknologi telah diadopsi, mentalitas dan integritas pelaksananya masih jadi tantangan besar.
Publik Marah, Polisi Diminta Transparan
Respons warganet sangat keras. Banyak yang merasa bahwa tindakan oknum tersebut tidak hanya merusak citra Polri, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap reformasi penegakan hukum, terutama di bidang lalu lintas yang selama ini rawan pungutan liar.
Tagar #TilangDigitalBukanDompetDigital sempat ramai di media sosial sebagai bentuk sindiran atas insiden ini.
“Kalau semua pakai DANA pribadi, buat apa ada sistem e-tilang? Ini namanya maling berseragam,” tulis salah satu pengguna X (Twitter) yang mendapat ribuan retweet.
Komitmen Pembenahan
Pihak kepolisian berjanji akan mengambil langkah tegas dan menjadikan insiden ini sebagai bahan evaluasi internal, termasuk memperkuat pengawasan terhadap petugas di lapangan. Selain itu, edukasi publik tentang tata cara tilang resmi akan kembali digencarkan untuk mencegah kejadian serupa.
“Kami tidak akan melindungi anggota yang mencoreng institusi. Siapa pun yang melanggar akan kami tindak sesuai aturan yang berlaku,” tegas Humas Polda Sumut.
Tegas Bukan Sekadar Janji
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya pengawasan berbasis transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam mengontrol jalannya hukum. Ketika sistem resmi diselewengkan, maka bukan hanya aturan yang dilanggar—tapi juga harapan masyarakat terhadap keadilan yang bersih.
Kita berharap, tindakan cepat ini bukan hanya reaksi sesaat, tapi awal dari perubahan nyata dalam tubuh institusi kepolisian. Karena penegakan hukum sejatinya harus dimulai dari keteladanan penegaknya.