Tarif Trump Berbalik: China Tekan AS lewat Stop Ekspor Mineral Teknologi
Ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok, kembali memanas. Kali ini, giliran China yang mengambil langkah taktis dengan menghentikan ekspor beberapa mineral penting untuk industri teknologi, sebagai balasan atas kebijakan tarif tinggi yang kembali digaungkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump. Langkah ini dinilai sebagai kartu truf Beijing dalam perang dagang yang belum juga mereda.
Aksi Balasan China: Stop Ekspor Mineral Strategis
Pemerintah China secara resmi mengumumkan penghentian ekspor beberapa mineral langka, seperti gallium, germanium, dan beberapa jenis logam tanah jarang (rare earth elements), yang selama ini menjadi bahan baku utama dalam pembuatan semikonduktor, panel surya, kendaraan listrik, hingga perangkat elektronik canggih.
Mineral-mineral ini sangat krusial bagi rantai pasok global, khususnya untuk produsen chip dan perusahaan teknologi tinggi di AS. Dengan kebijakan ini, China ingin menunjukkan bahwa mereka juga memiliki leverage strategis yang mampu menekan balik dominasi ekonomi Barat.
Menanggapi Tarif Trump yang Agresif
Kebijakan ini muncul tak lama setelah Donald Trump kembali menggulirkan wacana tarif impor tinggi bagi produk dari China, sebagai bagian dari agenda kampanye politiknya menjelang pemilu. Trump secara terbuka menyebut China sebagai ancaman ekonomi, dan berjanji akan menaikkan tarif hingga 60% terhadap berbagai komoditas asal Tiongkok jika kembali berkuasa.
China, yang selama ini lebih memilih jalur diplomasi dagang, kini tampaknya mulai mengambil pendekatan yang lebih konfrontatif. Dengan menghentikan ekspor mineral krusial, China tidak hanya menyasar perdagangan, tetapi langsung menekan jantung produksi teknologi tinggi di Amerika.
Dampak Bagi Industri Teknologi AS
Keputusan ini langsung membuat pasar global gelisah. Saham perusahaan teknologi seperti Intel, NVIDIA, dan Apple mengalami tekanan setelah pengumuman tersebut. Banyak pabrik semikonduktor di AS dan sekutunya sangat bergantung pada pasokan mineral dari China. Tanpa alternatif pasokan yang cepat, produksi chip dan perangkat elektronik bisa terganggu.
Beberapa analis menyebut langkah ini sebagai “perang pasokan senyap”, di mana China menggunakan kekuatan industri hulu untuk memukul rantai pasok teknologi Barat.
“Langkah China ini bukan hanya soal balas dendam dagang, tapi juga mengingatkan dunia bahwa ketergantungan terhadap satu sumber pasokan bisa jadi bumerang,” ujar Ethan Goldberg, analis geopolitik dari Global Insight.
Reaksi dan Upaya AS
Pemerintah AS segera merespons dengan mempercepat upaya diversifikasi pasokan mineral, termasuk menjalin kerja sama dengan negara lain seperti Australia, Kanada, dan Indonesia. Namun, membangun rantai pasok alternatif tidak bisa dilakukan dalam semalam, dan celah ini memberi keuntungan jangka pendek bagi China.
Sementara itu, Gedung Putih juga tengah mengkaji kemungkinan pemberlakuan subsidi untuk industri lokal agar mampu bertahan menghadapi guncangan pasokan.
Langkah China menghentikan ekspor mineral teknologi menunjukkan bahwa perang dagang tidak hanya soal angka dan tarif, tetapi juga soal kendali atas sumber daya strategis. Dalam pertarungan ekonomi tingkat tinggi, yang memiliki akses ke bahan mentah bisa jadi lebih berkuasa daripada yang memegang kendali pasar.